Archive

Author Archive

Surat untuk Bapak Menteri Pendidikan Republik Indonesia

10336693_783970278293504_1477279306014892349_n

>>Surat Terbuka Nurmillaty Abadiah ke Pak Menteri Pendidikan Tentang UNAS

Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga poin penting…

Pertama, tentang kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada dua puluh paket.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat… pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang sama, hanya untuk satu indikator ‘menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan dan hewan’?

Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak. Orang tidak akan pernah bertanya, ‘tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?’ melainkan akan langsung bertanya, ‘nilai UNASmu berapa?’.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk mengevaluasi siswa Indonesia, ‘kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan jadi acuan bersama, ‘kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.

Kedua, tentang pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata ‘sedikit’ ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama, bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua, konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, ‘kan?

Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti… apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat, menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, ‘tiap tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru’. Tapi, Pak, sekali ini saja… sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.

Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak, saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun. Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya… beliau bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya hanya pertanyaan-pertanyaan heran…

Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?

Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal UNAS itu?

Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?

Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh Indonesia?

Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?

Etiskah menuntut sebelum memberi?

Etiskah memberi kami soal berstandard Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini siap untuk soal setingkat itu?

Pada bagian ini, Bapak mungkin akan teringat dengan berita, ‘Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan’. Kemudian Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang, di mana letak ‘UNAS menyenangkan’ itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya; antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan pintas…

Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.

Mengapa saya tidak paham joki itu bisa terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa “Soal UNAS aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!”, tetapi ketika hari H pelaksanaan… voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim, itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini, berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.

Iya langsung bersih cling begitu, toh?

Nyatanya tidak.

Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah jika tidak ada kebocoran di atapnya.

Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat… tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman saya.

Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk berbuat curang? Jika tidak… saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk. Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu, mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata mereka… berharap Tuhan membantu.

Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami, Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami, semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya, dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih ‘ah, ini bukan bidang saya’, lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah Bapak pada kecerdasan kami?

Tidak.

Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan sidak. Jika Bapak percaya… mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk mengadakan UNAS.

………

………

………

Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.

Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak. Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan. Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene adalah penentu kelulusan kami?

Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk. Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen, sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.

Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu untuk mendapat uang.

Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku curang itu tidak ada?

Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya, dan Bapak akan berkata, “Kita lihat saja hasilnya nanti.”

Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu, menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali mendengar pepatah ‘don’t judge a book by its cover’, akan lupa untuk melihat ke balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat itu adalah hasil kerja para ‘ghost writer UNAS’. Bapak akan lupa untuk bertanya kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur? Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma menjadi kebenaran semu?

Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah harus menangis lagi…

Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata, “Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita”. Ya ampun Pak, kalau hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada, melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur, Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur di atas kertas?

(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom ‘saya mengerjakan ujian dengan jujur’ dari lembar jawaban UNAS.)

UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu, mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput disosialisasikan ke siswa.

Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya manis.

Dan saya tahu itu, Pak.

Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?

Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?

Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?

Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.

Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.

Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba…

Dari anakmu yang meredam sakit,

Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.

Categories: Uncategorized

Otonomi Daerah

November 20, 2011 Leave a comment

Otonomi Daerah, adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur daerahnya atas prakarsa sendiri sesuai dengan undang – undang.

Daerah Otonom, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah untuk pemerintahannya sendiri.

Prinsip Otonomi Daerah:

  • Otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokratis, keadilan, pemerataan potensi, dan keanekaragaman daerah.
  • Pelaksanaan Otoda didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
  • Otoda dilaksanakan sesuai dengan konstitusi Negara agar tetap terjaga hubungan antara pusat dan daerah secara serasi dan seimbang.

Tujuan Otonomi Daerah:

  • Pengembangan hidup demokrasi
  • Penegakan keadilan
  • Pemerataan di segala bidang
  • Mendorong untuk memberdayaan masyarakat

Tujuan Utama Kebijakan Otoda:

Membebaskan pemerintah pusat dari beban dalam menangani urusan daerah.

Asas – Asas Otoda:

  • Asas Sentralisasi, yaitu pemusatan penyelenggaraan pemerintahan pada pemerintahan pusat
  • Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintah dari pemerintah pusat kepada daerah otonom
  • Asas Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada wilayah atau intansi yang lebih rendah
  • Asas Pembantuan, yaitu penugasan pemerintah pusat ke daerah untuk tujuan tertentu dan wajib bertanggung jawab melaksanakan tugas tersebut

Macam – Macam Desentralisasi:

  • Desentralisasi Politik
  • Desentralisasi Administrasi
  • Desentralisasi Fiskal
  • Desentralisasi Ekonomi / Pasar

Arti Penting Otoda Bagi Bangsa dan Negara:

  • Karena dapat meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
  • Karena dapat mengembangkan kehidupan demokratis
  • Karena dapat menegakkan keadilan
  • Karena dapat meratakan pembangunan di segala bidang

Sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah):

  • Hasil pajak daerah
  • Hasil retribusi daerah
  • Hasil perusahaan milik daerah

Landasan Hukum Otoda:

  • Dalam UUD 1945:
    • Pasal 18    : Pembagian daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota
    • Pasal 18A : Wewenang daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota
    • Pasal 18B : Menghormati daerah Khusus dan Istimewa
  • Dalam UU:
    • UU no. 32 Tahun 2004        : Pemda
    • UU no. 33 Tahun 2004        : Perimbangan keuangan pusat dan daerah
    • UU no. 8 Tahun 2005           : Penetapan Perppu

Urusan Pemerintah Pusat:

  • Politik luar negeri
  • Pertahanan
  • Keamanan
  • Yustitusi
  • Fiskal dan moneter nasional
  • Agama

Urusan Pemerintah Daerah:

  • Pembangunan
  • Pendidikan
  • Kesehatan
  • Sosial budaya
  • Sarana prasarana
  • Pekerajaan umum

Hak Pemerintah Daerah:

  • Memilih pimpinan daerah
  • Mengelola aparatur daerah
  • Mengelola kekayaan daerah
  • Memungut pajak daerah

Kewajiban Pemerintah Daerah:

  • Meningkatkan kehidupan demokrasi
  • Mewujudkan keadilan dan pemerataan
  • Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
  • Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan

Faktor Penghambat Pelaksana Otoda:

  • Kebiasaan sentralisasi sehingga daerah sulit berkembang
  • Kesulitan dalam mengatur SDA
  • Tidak semua daerah memiliki SDM yang tinggi
  • SDA yang dimiliki setiap daerah tidak sama

Faktor yang Mempengaruhi Otoda:

  • SDM
  • SDA
  • Keuangan
  • Sarana dan prasarana
  • Pengelolahan dan manajemen

Dampak Positif Otoda:

  • Iklim usaha masyarakat lebih kondusif
  • Kesejahteraan warga daerah meningkat
  • Pembangunan semakin meningkat
  • Pelayanan aparat pemda lebih cepat

Dampak Negatif Otoda:

  • Merebaknya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) di daerah
  • Meningkatnya kriminalitas di daerah
  • Kesenjangan daerah kaya dan miskin
  • Munculnya sifat egosentrisme di daerah

Sikap dan Perilaku Keberhasilan otoda:

  • Menjaga dan melestarikan lingkungan hidup
  • Meningkatkan pendapatan daerah
  • Menjaga keamanan dan ketertiban
  • Menaati hukum yang berlaku

Wujud Partisipasi Masyarakat Dalam otoda:

  • Menaati aturan hukum yang berlaku
  • Membayar pajak atau retribusi
  • Menjaga keamanan dan ketertiban
  • Tidak merusak fasilitas umum
Categories: PKn

Free Download Listrik Statis Kelas IX (PowerPoint)

September 23, 2011 Leave a comment
Categories: FISIKA

NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG

September 16, 2011 Leave a comment
  1. PENGERTIAN NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

Negara maju adalah Negara yang berkembang pesat dengan ekonomi yang semakin maju dan pendapatan per kapita penduduk tinggi, bahkan mereka mampu menawarkan bantuan pinjaman kepada Negara lain. Negara maju memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi, rakyat makmur dan sejahtera, serta didukung oleh kemajuan teknologi dan pembangunan ekonomi yang bergerak cepat.

Negara berkembang (developing country) adalah Negara yang sedang den menuju perkembangan ekonomi yang pesat. Ditandai dengan pertumbuhan dan beban ketergantungan pendudukyang tinggi, ketergantungan pada produk pertanian, kekurangan modal, serta kehidupan penduduk yang belum sejahtera.

  1. B. CIRI-CIRI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

• Negara Maju:

  1. Pendapatan per kapita penduduk cukup tinggi
  2. Pertumbuhan penduduk rendah
  3. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi
  4. Kemajuan teknologi yang pesat
  5. Tingkat kriminalitas yang tinggi

• Negara Berkembang (menurut B.M. Meler dan R.F. Baldwin):

  1. Sebagai produsen barang-barang primer
  2. Mempunyai masalah dengan pertumbuhan penduduk terlalu cepat
  3. Sumber daya alam yang belum diolah
  4. Kekurangan modal
  5. Berorientasi pada perdagangan luar negeri

Menurut Todaro:

  1. Memiliki taraf kehidupan penduduk yang rendah
  2. Memiliki tingkat produktivitas yang tinggi
  3. Tingkat pertumbuhan dan beban ketergantungan penduduk yang tinggi
  4. Ketergantungan pada produk pertanian dan ekspor bahan mentah
  5. Ketergantungan dan dominasi negara maju
  1. MASALAH EKONOMI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

Masalah ekonomi di negara maju, antara lain:

  1. Kurangnya tenaga kerja
  2. Kekurangan bahan mentah untuk menunjang kegiatan industri

Masalah ekonomi yangdialami negara berkembang, antara lain:

  1. kemiskinan yang terus meningkat karena kurangnya tenaga kerja yang berkualitas
  2. ketimpangan ekonomi
  3. meningkatnya jumlah pengangguran
  4. sektor perdagangan yang tidak mampu bersaing dengan negara-negara maju
Categories: IPS, KELAS IX

Download power point IPS (Pelaku Perekonomian)

Categories: IPS

Menulis rangkuman isi buku pengetahuan populer

  1. Menulis rangkuman merupakan upaya menyarikan teks atau bacaan.
  2. Merangkum sebuah buku adalah mengambil inti sari sebuah isi buku dan menulisnya kembali menjadi catatan ringkas.
  3. Yang perlu diperhatikan, sebuah rangkuman isinya mencakup keseluruhan teks secara utuh, lengkap, dan jangan ada hal penting dari teks yang tidak terangkum.
  • Rangkuman mencangkup keseluruhan isi teks atau berita secara utuh dan lengkap.
  •  Hal yang perlu diperhatikan dalam merangkum buku pengetahuan populer:
  • Memahami isi buku secara lengkap.
  • Menuliskan pokok-pokok inti sari bacaan menjadi rangkaian kalimat.
Categories: BAHASA INDONESIA

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan keaslian ide

  1. Menulis naskah drama tidak jauh berbeda dengan cerita pendek atau prosa.
  2. Hal yang berbeda adalah bentuk penyajiannya.
  3. Cerita dalam drama disajikan dalam bentuk dialog dari para pelakunya.
  4. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun naskah drama:
    • Tema: Tema harus relevan dengan tujuan  pementasan.
    • Konflik: Konflik cukup tajam ditandai oleh plot yang penuh kejutan dan dialog yang mantap.
    • Watak: Watak pelaku memungkinkan pertentangan yang memungkinkan ketajaman konflik.
    • Bahasa: Bahasa yang digunakan mudah dipahami atau komunikatif.
    • Mempunyai kemungkinan pementasan.
Categories: BAHASA INDONESIA

Menulis Petunjuk

  1. Menulis petunjuk melakukan sesuatu harus secara jelas. Hal itu bertujuan agar pembaca petunjuk tidak mengalami kesalahan saat melakukan sesuatu yang diinginkan sesuai dengan petunjuk
  2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis petunjuk:
    • Tuliskan petunjuk melakukan sesuatu secara urut sesuai urutan yang harus dilakukan, apabila perlu dengan nomor.
    • Tuliskan petunjuk secara rinci dan detail.
    • Cantumkan keterangan secara lengkap dan jelas berkaitan dengan hal yang akan dilakukan.
    • Cantumkan hah-hal yang harus dihindari apabila hal yang akan dilakukan berkaitan dengan sesuatu  yang dapat menimbulkan dampak negatif.
    • Gunakan bahasa yang singkat, jelas, dan komunikasi.
    • Jika perlu sertakan ilustrasi pendukung seperti gambar dan sebagainya.
Categories: BAHASA INDONESIA

Menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah

  1. Surat dinas merupakan bagian dari surat resmi yang berkaitan dengan kedinasan.
  2. Penulisan surat dinas harus menggunakan bahasa baku.
  3. Hal-hal yang harus terdapat dalam surat dinas:
    • Kepala Surat / Kop
    • Nomor Surat
    • Alamat dan tanggal pembuatan surat
    • Perihal
    • Keterangan Lampiran (jika ada)
    • Alamat yang dituju
    • Isi Surat yang meliputi salam pembuka, inti / maksud surat, penutup
    • Nama Instansi
    • Tanda Tangan dan Nama Terang
    •  Stempel dan Cap

Berdasarkan isinya, surat dibedakan menjadi:

  1. Surat Pribadi:
  • Tidak Resmi

Contoh: kekeluargaan, persahabatan, dll.

  • Resmi

Contoh: Lamaran pekerjaan, permohonan izin, dll.

  1. Surat Dinas: Isinya mengangkut kedinasan
  2. Surat Sosial: Digunakan oleh organisasi kemasyarakatan yang tidak mencari untung
  3. Surat Niaga: Memucat persoalan niaga / perdagangan
Categories: BAHASA INDONESIA

Menulis Laporan

  1. Penulisan sebuah laporan dapat menggunakan bentuk naratif (cerita), deskriptif (penggambaran), dan ekspositif (penguraian).
  2. Laporan dapat disajikan secara tertulis atau lisan.
  3. Menulis laporan berarti menyampaikan suatu keterangan mengenai peristiwa atau hak kepapa pihak lain.
  4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis laporan:
    1. Mengungkapkan keterangan secara lengkap.
    2. Objektif apa adanya.
    3. Tidak memasukkan unsur pribadi pendapat pribadi.
    4. Menggunakan bahasa komunikatif, lugas, dan santun.
    5. Disajikan secara sistematis berdasarkan urutan peristiwa.

 

  1. Stuktur penulisan laporan karya ilmiah
    1. Judul
    2. Nama kegiatan
    3. Latar belakang
    4. Tujuan
    5. Waktu
    6. Tempat
    7. Metode
    8. Hasil
    9. Penutup
Categories: BAHASA INDONESIA